PUTUS SEKOLAH
Indonesia termasuk negara berkembang. Dengan ini
pendidikan di Indonesia juga masih kurang. Mengapa bisa dikatakan masih kurang
?. karena masih banyak anak yang tidak
melanjutkan sekolah alias putus sekolah.
Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak
mengalami keterlantaran karena sikap dan perlakuan orang tua yang tidak
memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak tanpa
memperhatikan hak – hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Pendidikan sendiri adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memilikin kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara .
Karakteristik Anak Putus Sekolah
Secara garis besar, karakteristik Anak putus sekolah
adalah sebagi berikut
1.
Awal dari tidak tertib mengikuti pelajaran disekolah, terkesan memahami
belajar hanya sekedar kewajiban masuk di kelas, dan mendengarkan guru berbicara
tanpa diikuti dengan kesungguhan untuk mencerna pelajaran secara baik.
2.
Akibat prestasi belajar yang rendah, pengaruh keluarga, atau karena
pengaruh teman sebaya, kebanyakan Anak PUTUS SEKOLAH selalu ketinggalan
pelajaran dibandingkan teman-teman sekelasnya.
3.
Kegiatan belajar di rumah tidak tertib, dan tidak disiplin, terutama
karena tidak didukung oleh upaya pengawasan dari pihak orang tua.
4.
Perhatian terhadap pelajaran kurang dan mulai didominasi oleh kegiatan
lain yang ada hubungannya dengan pelajaran.
5.
Kegiatan bermain dengan teman sebayanya meningkat pesat.
A. FAKTOR PENYEBAB ANAK DIINDONESIA PUTUS SEKOLAH :
1. Latar belakang pendidikan orang tua
Pendidikan orangtua yang hanya sebatas sekolah dasar
dapat mempengaruhi sang anak untuk putus sekolah, karena cara berpikir orang
tua untuk menyekolahkan anaknya dan cara pandangan orang tua tentu tidak sejauh
dan seluas orang tua yang berpendidikan lebih tinggi.
Mereka menyekolahkan anaknya hanya sebatas bisa
membaca dan menulis saja, karena mereka beranggapan sekolahnya seseorang kepada
jenjang yang lebih tinggi pada akhir tujuan adalah untuk menjadi pegawai negeri
dan mereka beranggapan sekolah hanya membuang waktu.
Walaupun ada orang
tua yang pendidikannya tidak tamat Sekolah Dasar, namun anaknya bisa menjadi
sarjana tetapi hal ini sangat jarang sekali.
kan tetapi ada juga orang tua yang telah mengalami dan
mengenyam pendidikan sampai ke tingkat lanjutan dan bahkan sampai perguruan
tinggi tetapi anaknya masih saja putus sekolah, maka dalam hal ini kita perlu
mengkaitkannya dengan minat anak itu sendiri untuk sekolah.
2. Lemahnya Ekonomi Keluarga
Kurangnya pendapatan keluarga menyebabkan orang tua
terpaksa bekerja keras mencukupi kebutuhan sehari-hari, sehingga pendidikan
anak kurang terperhatikan dengan baik .dan akibat lemahnya ekonomi dalam suatu
keluarga , biasanya seorang anak memutuskan untuk membantu orangtuanya bekerja dan dengan bekerja anak tersebut
dapat membantu keluarganya untuk
memenuhi kebutuhan sehari hari. karena di anggap meringankan beban orang tua anak ikut
untuk berkerja dan meninggalkan sekolah dalam waktu yang cukup lama.
Hal-hal tersebut sangat mempengaruhi anak dalam
mencapai suksesnya bersekolah. Pendapat keluarga yang serba kekurangan juga
menyebabkan kurangnya perhatian orang tua terhadap anak keran setiap harinya
hanya memikirkan bagaimana caranya agar keperluan keluarga bisa terpenuhi,
apalagi kalau harus meninggalkan keluarga untuk berusaha menempuh waktu
berbulan-bulan bahkan kalau sampai tahunan, hal ini tentu pendidikan anak
menjadi terabaikan.
Lemahnya ekonomi keluarga juga karena banyaknya jumlah
anggota keluarga yang menyebabkan kepala keluarga menjadi sibuk untuk mencukupi
keperluan keluarga dan juga menyebabkan kurangnya perhatian orang tua terhadap
pendidikan anak-anaknya.
3. Kurangnya minat anak untuk bersekolah
Yang menyebabkan anak putus sekolah bukan hanya
disebabkan oleh latar belakang pendidikan orang tua, juga lemahnya ekonomi
keluarga tetapi juga datang dari dirinya sendiri yaitu kurangnya minat anak untuk
bersekolah atau melanjutkan sekolah.
Anak usia wajib belajar semestinya menggebu-gebu ingin
menuntut ilmu pengetahuan namun karena sudah terpengaruh oleh lingkungan yang
kurang baik terhadap perkembangan pendidikan anak, sehingga minat anak untuk
bersekolah kurang mendapat perhatian sebagaimana mestinya.
Ada
beberapa faktor yang mengurangi minat anak untuk sekolah :
I.
Anak seusia wajib belajar sudah mengenal bahkan sudah mampu untuk
mencari uang,karna apabila seorang anak sudah mampu menghasilkan uang maka pola
berfikir anak tersebut juga berubah , anak tersebut menganggap bahwa “dia sudah
dapat menghasilkan uang jadi buat apa sekolah yang malah mengeluarkan uang ? “.Hal
inilah yang menyebabkan mereka malas untuk bersekolah.
II.
Tinggi rendahnya minat untuk meneruskan sekolahnya juga di pengaruhi
oleh prestasi belajar anak itu sendiri. Anak yang berprestasi belajarnya
rendah, tentu tidak naik kelas. Artinya di anak tetap tinggal di kelas, dengan
harapan agar dia dapat meningkatkan prestasinya. Pada kondisi seperti ini anak
akan malu kepada teman temannya karena ia tak bisa seperti teman teman yang
lainnya yang prestasinya berada diatasnya. Pada saat gagal
dalam belajar inilah maka anak akan malas pergi ke sekolah dan meninggalkan
sekolahnya yang belum selesai.
III.
Jika anak menjadi malas untuk sekolah, maka orang tua perlu melihat dan
meneliti pergaulan sang anak. Mengapa? karena pergaulan juga bisa menjadi
alasan atau penyebab anak tidak mau melanjutkan pendidikannya. Pergaulan yang
kurang baik menjadikan anak malas untuk belajar dan sekolah. Adanya
pergaulan ini mempunyai pengaruh terhadap sikap, tingkah laku, dan cara
bertindak dan lain sebagainya dari setiap individu. Dimana pengaruh tersebut
ada yang bersifat positif dan ada pula yang bersifat negatif.
4. Kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan.
Faktor yang menjadi penyebab masih tingginya angka
anak putus sekolah di Indonesia adalah kurangnya kesadaran masyarakat dan
anak-anak mengenai pentingnya pendidikan di bangku sekolah.
Banyak yang beranggapan bahwa tujuan dari sekolah
hanya sekedar untuk mendapatkan ijazah yang nantinya digunakan sebagai sarana
memperoleh pekerjaan. Padahal nyatanya tidak. Masih banyak tujuan dan manfaat
lainnya yang dapat kita peroleh melalui sekolah. Seperti, membentuk karakter
dan kepribadian yang baik, mendidik anak bukan hanya agar cerdas melainkan
berbudi pekerti yang baik.
5. Fasilitas yang kurang memadai
Faktor lain yang juga menjadi alasan banyak anak yang
putus sekolah ialah fasilitas pendidikan dan sekolah yang belum cukup memadai.
Seperti yang kita tahu bahwa masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang belum
lengkap fasilitas pendidikannya. Untuk menjangkau sekolah pun masih susah
karena akses jalan yang sulit untuk dilalui. Atau tenaga pendidikan yang tidak
mencukupi menjadi salah satu indikator penyebab masih banyak anak-anak
Indonesia yang putus sekolah.
B. PROGRAM PEMERINTAH PADA ANAK PUTUS SEKOLAH
Program Indonesia Pintar merupakan bantuan tunai pendidikan yang ditujukan
bagi anak usia sekolah (6-21 tahun) dari keluarga penerima Kartu Keluarga
Sejahtera (KKS) atau yang memenuhi kriteria yang ditetapkan sebelumnya. Sebagai
penanda kepesertaan program, Pemerintah melalui Kemendikbud dan Kemenag
membagikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) kepada lebih dari 20,3 juta anak,
termasuk anak putus sekolah. “Dengan Program ini, Pemerintah berusaha menjangkau
sekitar empat juta anak putus sekolah dari keluarga kurang mampu, termasuk
didalamnya anak jalanan dan pekerja anak
Pemerintah menetapkan tujuh prioritas bagi penerima
Kartu Indonesia Pintar. Mereka yang berhak adalah penerima BSM dari pemegang
KPS yang telah ditetapkan oleh Kemendikbud pada tahun 2014, anak usia sekolah
dari keluarga pemegang KPS/KKS yang belum ditetapkan sebagai penerima manfaat
BSM. Selain itu, prioritas juga diberikan kepada anak usia sekolah dari
penerima PKH, mereka yang tinggal di panti asuhan, santri pesantren yang
menerima BSM Madrasah, yang terancam putus sekolah karena kesusahan ekonomi,
dan mereka yang putus sekolah.
Dalam menentukan penerima KIP, pemerintah menggunakan
data dari Basis Data Terpadu (BDT) hasil Pendataan Program Perlindungan Sosial
(PPLS) 2011, yang telah dilakukan perubahan hasil musdes dan muskel pada tahun
2013 dan 2014. “Di samping itu juga ditambahkan data anak dari keluarga
penerima PKH namun belum terdaftar dalam BDT, santri di pondok pesantren serta
peserta didik di sekolah teologi (berbasis agama),”
C. KEMAJUAN DARI PROGRAM PEMERINTAH
Kemajuan
dari program pemerintah pada anak putus sekolah belum terlalu mengalami
kemajuan , karena masih banyak anak anak yang putus sekolah diindonesia ,
khususnya pada daerah daerah pedalaman yang kurang dijangkau oleh pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah . walaupun sudah ada program kartu Indonesia pintar
tersebut yang mengurangi dari segi biaya pada keluarga yang kurang mampu program
tersebut hanya terealisasi pada anak
anak yang putus sekolah yang berada dipusat pusat daerah sedangkan yang berada
dipedalaman program tersebut kurang terealisasi karena anak anak didaerah masih
kekurangan fasilitas seperti , sekolah yang jaraknya jauh dengan mereka masih
mengurangi minat anak anak pedalaman untuk belajar atau bersekolah . dan
kurangnya tenagaa pengajar pada daerah pedalaman.
Tetapi
dengan adanya kartu Indonesia pintar pemerintah dapat mengurangi anak anak yang
putus sekolah .
D.
GAGASAN
Peningkatan peran Pemerintah dalam
menyelesaikan masalah pendidikan, yaitu dengan mengalokasikan anggaran
pendidikan yang memadai disertai dengan pengawasan pelaksanaan anggaran agar
dapat benar-benar dimanfaatkan untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia.
Pembangunan infrastruktur sekolah yang
merata. Pendidikan yang baik tidak hanya diselenggarakan di kota, namun dapat
menjangkau pedesaan, daerah terpencil bahkan daerah pedalaman yang tersebar di
pulau-pulau yang ada di Indonesia. Harus ada niat dan pengawalan yang ketat
untuk pembangunan infrastruktur pendidikan tersebut, agar dana yang telah
dialokasikan tidak dimanfaatkan oleh pihak-pihak atau oknum tertentu yang ingin
mendapatkan keuntungan pribadi.
Penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas. Seharusnya pendidikan
berkualitas dapat dinikmati oleh seluruh anak-anak Indonesia dari tingkat TK
(Taman Kanak-Kanak) sampai Perguruan Tinggi, baik miskin maupun kaya dengan
kualitas pendidikan yang sama dan tidak dibedakan.
Penguatan pendidikan non-formal di keluarga.
Saat ini banyak sekali orang tua yang kurang memperhatikan pendidikan anak di
rumah. Pendidikan di keluarga dapat menjadi dasar yang kuat bagi anak untuk
membantu dalam pergaulan dan perkembangan anak diluar rumah, terutama disertai
dengan pendidikan agama yang cukup kuat.
SUMBER :
Komentar
Posting Komentar